Aneka Jateng – Pita Mulsa Organik dan Teknologi Induksi Magnetik, Kabupaten Malaka yang terkenal dengan hamparan sawahnya yang luas, kini mulai bertransformasi menuju era baru dalam dunia pertanian. Pada Selasa (20/08/2024), sebuah inovasi cemerlang diperkenalkan oleh kolaborasi antara Universitas Brawijaya (UB) dan Universitas Nusa Cendana (UNDANA), bersama Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Malaka.
Bertempat di lahan demplot Desa Harekakae, Kecamatan Malaka Tengah, mereka meluncurkan praktek pemasangan Pita Mulsa Organik (PMO) dan Teknologi Induksi Magnetik. Kegiatan ini bukan hanya sekadar langkah teknis, tetapi juga bagian dari Program Dana Padanan (PDP) Kemenristekdikti yang bertujuan untuk meningkatkan kemandirian pangan di Kabupaten Malaka melalui penerapan model Circular Economy.
Baca Juga : Terobosan Inovasi Jagung Brawijaya Nusa Hasil Panen Melimpah dan Cepat, Solusi Untuk Lahan Kering!
Di tengah antusiasme petani setempat dan para mahasiswa MBKM, acara ini dihadiri sejumlah tokoh penting. Ada Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Malaka, drh. Januaria Maria Seran, dan tim dosen dari UB, yaitu Dr. Ir. Gunomo Djojowasito, MS dan Dr. Ir. Ary Mustofa Ahmad, MP. Tak ketinggalan juga para penyuluh pertanian lokal yang siap mendampingi petani dalam penerapan inovasi ini.
Namun, apa sebenarnya yang membuat Pita Mulsa Organik ini begitu istimewa? Pita Mulsa Organik adalah bahan organik yang dipasang di lahan pertanian untuk menjaga kelembaban tanah dan mengurangi pertumbuhan gulma. Yang lebih menarik, PMO ini bukan hanya berguna selama masa tanam, tetapi seiring waktu, mulsa ini akan terdegradasi dan berubah menjadi pupuk organik. Dengan demikian, tidak hanya membantu meningkatkan produktivitas tanaman padi, tetapi juga meningkatkan kesuburan tanah secara alami. Dampaknya tidak hanya terlihat dalam hasil panen yang lebih baik, tetapi juga dari segi efisiensi penggunaan lahan dan air.
Pemasangan Pita Mulsa Organik di Kabupaten Malaka menjadi sorotan utama karena inovasi ini ramah lingkungan dan memiliki potensi untuk menggantikan mulsa plastik yang selama ini sering digunakan petani. Penggunaan mulsa plastik memang populer karena dapat menekan gulma dan mempertahankan kelembaban tanah, namun di sisi lain, plastik meninggalkan jejak lingkungan yang merugikan. Oleh karena itu, PMO hadir sebagai solusi yang lebih berkelanjutan.
Namun, Gunomo selaku perwakilan dari UB mengakui bahwa masih ada beberapa tantangan dalam penerapan Pita Mulsa Organik ini. Salah satunya adalah proses aplikasinya yang membutuhkan tenaga dan waktu lebih banyak dibandingkan dengan mulsa plastik. “Saat ini, PMO masih dalam tahap pengembangan. Masalah utama yang kami hadapi adalah mulsa ini masih terlalu tebal sehingga memerlukan lebih banyak bahan baku dan waktu pemasangan,” ungkap Gunomo. Meski begitu, dengan terus dilakukan penelitian dan pengembangan, diharapkan nantinya PMO akan diproduksi dalam bentuk yang lebih praktis dan mudah digunakan, misalnya dalam bentuk gulungan yang dapat diaplikasikan lebih cepat.
Sementara itu, teknologi kedua yang diperkenalkan dalam acara ini adalah Teknologi Induksi Magnetik. Berbeda dengan PMO yang fokus pada tanah dan tanaman, teknologi ini bekerja di sisi irigasi. Teknologi induksi magnetik diinstal pada saluran irigasi sekunder untuk memodifikasi sifat-sifat air. Air yang melewati sistem ini akan mengalami perubahan struktur molekul sehingga dapat diserap oleh tanaman lebih efisien. Hasilnya, tanaman padi akan tumbuh lebih optimal meski dengan penggunaan air yang lebih sedikit. Ini menjadi solusi penting di Kabupaten Malaka yang kerap menghadapi tantangan ketersediaan air di musim kemarau.
Dalam praktek di lapangan, Ary Mustofa dari UB menunjukkan cara merakit dan memasang Teknologi Induksi Magnetik ini di sistem irigasi. Petani lokal yang menyaksikan langsung proses tersebut terlihat antusias, terutama karena teknologi ini menawarkan efisiensi dalam penggunaan air, salah satu masalah krusial dalam pertanian di Malaka. Penggunaan teknologi ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas air yang disalurkan ke lahan sawah, sehingga tanaman padi bisa tumbuh lebih optimal tanpa perlu kekhawatiran akan kekeringan.
Baca Juga : Rumah Tani : Cultivating a Digital Oasis for Sustainable Agriculture
Lebih jauh, inovasi ini juga merupakan bagian dari upaya memperkuat ekonomi petani di Malaka. Dengan meningkatkan produktivitas padi dan kualitas lahan serta irigasi, hasil panen yang melimpah tentu akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani. Selain itu, PMO dan Teknologi Induksi Magnetik yang ramah lingkungan juga dapat membuka peluang bagi pertanian di Malaka untuk lebih dikenal di skala nasional bahkan internasional sebagai daerah yang mengutamakan pertanian berkelanjutan.
Salah satu poin penting dari acara ini adalah harapan agar para petani bisa menerapkan teknologi ini secara mandiri di masa depan. Dengan pengetahuan dan keterampilan yang didapat dari pelatihan ini, petani di Malaka diharapkan mampu mengelola lahannya dengan lebih efisien dan produktif. “Kami berharap para petani bisa mandiri dalam menerapkan teknologi ini, sehingga bisa mengurangi ketergantungan pada teknologi konvensional yang selama ini digunakan,” ujar Ary Mustofa.
Namun, jalan menuju kemandirian ini tidaklah mudah. Dibutuhkan pendampingan dan dukungan yang berkelanjutan, baik dari pihak universitas maupun pemerintah daerah. Meski antusiasme petani terhadap teknologi ini tinggi, tantangan dalam hal implementasi di lapangan tetap ada, terutama terkait dengan ketersediaan bahan dan cara aplikasinya yang masih perlu disempurnakan. Oleh karena itu, program ini tidak hanya berhenti pada tahap pelatihan, tetapi juga akan diikuti dengan evaluasi dan pendampingan agar hasil yang diharapkan dapat tercapai.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Malaka, drh. Januaria Maria Seran, juga mengungkapkan optimisme dan komitmennya untuk terus mendukung inovasi ini. “Ini adalah langkah maju bagi pertanian di Malaka. Kami akan memastikan agar teknologi ini dapat diterapkan dengan baik oleh para petani dan memberikan dampak positif bagi produksi pangan di daerah ini,” katanya.
Dengan adanya kolaborasi antara Universitas Brawijaya, Universitas Nusa Cendana, dan Pemerintah Kabupaten Malaka, masa depan pertanian di Malaka terlihat semakin cerah. Pita Mulsa Organik dan Teknologi Induksi Magnetik menjadi dua inovasi kunci yang diharapkan mampu mengubah wajah pertanian di daerah tersebut. Tidak hanya dalam hal produktivitas, tetapi juga dalam hal keberlanjutan lingkungan dan peningkatan ekonomi petani. Pertanian yang berkelanjutan, ramah lingkungan, dan menguntungkan bagi petani bukan lagi mimpi, tetapi menjadi kenyataan yang sedang dirintis di Kabupaten Malaka.
Baca Juga : Tips for Choosing Fresh and Quality Vegetables and Fruits
Langkah ini tidak hanya menjadi solusi jangka pendek, tetapi juga merupakan investasi jangka panjang bagi ketahanan pangan di daerah ini. Dengan dukungan penuh dari berbagai pihak, Kabupaten Malaka berpotensi menjadi salah satu daerah percontohan dalam penerapan pertanian modern berbasis teknologi. Inovasi seperti Pita Mulsa Organik dan Teknologi Induksi Magnetik dapat menjadi contoh bagi daerah-daerah lain di Indonesia untuk menerapkan teknologi ramah lingkungan dalam bidang pertanian.
Jadi, masa depan pertanian di Kabupaten Malaka kini berada di titik awal revolusi. Dengan teknologi modern dan pendekatan yang berkelanjutan, para petani Malaka memiliki peluang besar untuk meningkatkan hasil panen mereka sekaligus menjaga keseimbangan lingkungan. Pertanyaan besarnya adalah, apakah teknologi ini akan menjadi standar baru dalam dunia pertanian di Indonesia? Jika keberhasilan di Malaka bisa diwujudkan, bukan tidak mungkin inovasi ini akan menyebar ke seluruh pelosok negeri, membawa perubahan nyata bagi sektor pertanian nasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Komunitas Griya Edelweiss